Showing posts with label Cerpen. Show all posts
Showing posts with label Cerpen. Show all posts

Sunday, June 7, 2020

Cerpen Anak: Peri Buruk Rupa

Karya: Ratna Dewi 

       Suatu hari, di sebuah Pulau Peri yang indah ada banyak peri kecil yang hidup di sana. Pulau itu ditumbuhi bunga-bunga besar yang indah, seperti mawar, melati, dan masih banyak bunga indah lainnya. Semua peri yang hidup disana sangat cantik dan menawan. Namun, hanya ada satu peri yang buruk rupa bernama Ulia.

Wajahnya banyak bercak hitam dan warna sayapnya tampak kusam. Para peri bertanya-tanya, mengapa bisa seperti itu? Bukankah semua peri itu cantik dan tampan rupawan? Ulia, peri buruk rupa itu merasa malu dengan dirinya. Tapi, ibunya pernah berkata, “Kita harus mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Tuhan.”

“Aku tidak mau berteman dengan Ulia. Dia jelek sekali, pasti perangainya juga buruk!” kata Maudy saat terbang melewati sekolah peri.

“Ya, aku juga tidak mau berteman dengan dia!” seru Yona. Ulia yang tidak sengaja mendengar percakapan mereka menjadi sedih.

Keesokan harinya, para peri di pulau peri sibuk memetik bunga untuk persiapan Perayaan Hari Bunga. Maudy yang saat itu sedang memetik bunga mawar, tiba-tiba saja menangis. Ternyata, tangannya tertusuk duri mawar. Banyak darah yang menetes. Maudy berteriak sambil menangis, tapi tidak ada yang mendengarnya. Lalu, melintaslah Ulia, terbang di atasnya. Ia hendak memetik bunga melati.

“Tolong... tolong aku, Ulia.” Teriak Maudy keras.

Ulia kaget dan langsung turun menghampiri Maudy. “Tanganmu kenapa berdarah, Maudy?”

“Hiks.. hiks.. hiks.. aku tertusuk mawar saat memetiknya.” Air matanya bercucuran. Uli panik, tapi dengan cekatan ia segera mencari beberapa daun dan akar kering untuk dililitkan ke tangan Maudy yang terluka.

“Sudah, Maudy. Jangan menangis, sekarang sudah tidak ada tetesan darah lagi. Kita harus segera pulang mengambil kotak P3K. Akan kuobati lebih lanjut.” Ujar Ulia berusaha menenangkan Maudy.

“Ulia, maafkan aku ya... karena selama ini aku beranggapan buruk tentangmu. Ternyata kamu baik sekali." Kata Maudy sambil memeluk erat Ulia.

“Iya, tidak apa-apa, Maudy.”

Sejak saat itu, Ulia berteman baik dengan Maudy dan teman peri-peri lainnya.

 

-Selesai-

 


Saturday, May 2, 2015

English Village—Part 1 (a letter)



Dear Sandra,

How about your day today? I Hope you’ll be great!
I have been in Pare almost 4 months. I love this place definitely. Sandara, Do you know? English Village, in Pare, is located in Kediri, East Java. English village is one of the best place for learning english. Many courses and program who can help you for learning english. The price is achievable. We can learning English everday, except on weekend. You can choose the program, the most necessity program for your self—speaking, TOEFL (Test of English as a Foreign Language) class, IELTS (International English Language Testing System) class, reading, listening, translation, grammar, pronounciation, and other programs. And then you can join with your class later.

Friday, August 29, 2014

Reranting (Kisah Tentang Empat Ranting Hati)


1
"Terkadang aku benci dengan rasa rindu yang tiba-tiba saja muncul seperti hantu" katanya seraya memandang awan-awan yang menggantung di langit. Lastri mendengarkan baik-baik curahan hati kawannya. Mereka merebahkan tubuhnya di atas permadani rumput hijau yang membentang luas di halaman belakang rumah. Ada rerimbunan pohon angsana yang menjuntaikan rerantingnya, sehingga wajah mereka tak tersorot langsung oleh terik matahari.

Thursday, August 28, 2014

Catatan: Sepucuk Kisah Rindu


        Bagiku, ia lebih dari seorang dosen. Ibu Ade, namanya. Ia sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri. Ia adalah orang yang pertama kali percaya bahwa aku mampu menulis puisi, cerpen dan artikel. Lalu, ia memberiku kesempatan untuk menulis sekapur sirih (semacam kata pengantar) dalam buku puisi antologi yang ketika itu digarap oleh teman-teman mahasiswa. Lama-lama ku-asah bakat menulisku. Kusambangi Rumah Dunia untuk menjadi bara menulisku, sebab di sana banyak teman-teman baru yang memiliki keinginan yang sama; menumpahkan ide menjadi sebuah cerita. Sekitar bulan Maret, sebelum mengikuti Rumah Dunia, cerpenku menjadi juara 1 di HUT Expressi Jurnal. Rasanya berbunga-bunga sekali, salah satu dewan jurinya adalah Pak Adek Alwi (sastrawan). Kemudian, juara-juara yang lain kusabet juga, seperti juara 1 lomba menulis puisi tingkat mahasiswa di kampus dan lomba karikatur.
           Hal yang mengesankan dan membuatku tak percaya setengah mati, yakni juri puisi dalam lomba itu adalah Pak Arip Sanjaya (salah satu dosen yang disegani di kampus, sebab pemikirannya yang luar biasa ketika mengajar filsafat bahasa). Lomba hijab juga sempat kuikuti dan berhasil meraih juara 2. Walaupun hanya sekadar iseng belaka, tapi cukup menghibur juga. Yang aku suka bukan hadiahnya, tapi penghargaan dari sebuah kontes tentang diri kita itu sangat berharga. Masih banyak sederet daftar lomba yang ingin kuraih. Tujuan dari mengikuti lomba-lomba tersebut yaitu agar aku dapat bercermin: seberapa jauh kemampuanku dalam bersaing dengan orang lain.
          Ada 3 hobi yang kusukai: melukis, menulis dan memotret. Akhir-akhir ini, aku baru tahu bahwa hasil jepretanku ternyata bagus. Teman-temanlah yang menyadarkanku tentang hal itu. Salah seorang temanku berkata bahwa aku memiliki bakat terpendam tentang dunia fotografi. Padahal, aku hanya memotret dengan kamera digital. Semoga Tuhan memberiku hadiah kamera SLR. ╮(╯▽╰)╭
**

        Hingga kini aku masih menjadikannya sebagai dosen favoritku, sebab ia adalah wanita yang tak pernah surut semangatnya. Uniknya, ia selalu memiliki cara untuk mengajar mahasiswa agar tak jenuh mengikuti perkuliahannya. Menurutku, dalam pengajarannya, ia lebih dominan menggunakan pendekatan kontekstual. Ah.. aku tak dapat berkata-kata lagi. Aku merindukannya. ♥

Friday, August 15, 2014

Surat untuk Raja


Raja yang Terhormat,

Bersama surat ini saya beri tahukan, saya Sri Rama, raja yang bekuasa di Ayodya, mengadakan Persembahan Kuda. Kerajaan mana pun yang dilewati kuda putih yang kami lepaskan pada malam bulan sabit setelah surat ini disampaikan, harus tunduk kepada kami atas nama perdamaian. Barangsiapa tidak tunduk kami anggap menentang perdamaian, dan balatentara Ayodya akan memeranginya, namun kami tidak akan memberi ampun siapa pun yang menentang kami. Tujuan Persembahan Kuda ini adalah mempersatukan bangsa-bangsa anak benua dalam perdamaian.

Thursday, May 8, 2014

AKU TUMPUL

        Semakin hari, tubuhnya semakin tinggi. Wajah tampan dan manisnya juga semakin terlihat. Ia serupa diriku, berhidung mancung dan memiliki bibir tipis yang mungil. Gayanya yang lincah dan periang membuat setiap orang kerap memujinya. Kulitnya yang kuning langsat ia warisi dari ayahnya. Hampir setiap sore hari, para tetangga mampir ke rumahku untuk berbagi cerita atau sekadar melihat tingkahnya yang lucu dan menggemaskan. Ada saja hal yang membuat mereka tertawa atau berdecak kagum.
“Pipi Orion lucu” kata bu Biru. “Lihat, dia pandai dapat menyusun balok, segitiga dan kubus hingga membentuk sebuah rumah mungil”
“Aku dan suamiku selalu mengidam-idamkan memiliki anak selucu ini.” Ungkap Bu Mala yang belum dikaruniai anak, menjelang lima tahun pernikahannya. Tak lama kemudian, ia menghampiri Orion yang sedang asyik dengan mainannya. “Ih.. kamu menggemaskan, Sayang” ia mencubit ke dua pipi bakpao anakku. Yang dicubit diam saja, ia tidak merasa kesakitan. Padahal, cubitannya sangat keras hingga menyisakan warna merah di pipinya.
“Rencananya, Orion mau kamu sekolahkan di mana, Laksmi?” tanyanya setelah ia kembali duduk ke tempat semula.
“Aku belum tahu,”

Monday, April 7, 2014

Catatan: Menumpahkan Ide Agar Tak Mengerak



Tuhan memberikan sesuatu yang istimewa kepada kita, yakni berupa akal dan pikiran untuk berpikir, berkomunikasi dan bersosialisasi dengan mahluk hidup lainnya. Kita tidak harus berkomunikasi secara verbal setiap saat. Adakalanya kita perlu bicara dengan bahasa nonverbal yaitu melalui media tulis dan bahasa tubuh. Kita sering memanfaatkan jejaring sosial seperti twitter dan facebook untuk menulis sebuah status. Ada baiknya jika kita membuat status yang bermanfaat, misalnya menuliskan ide-ide yang ada dalam benak kita ke dalam sebuah bentuk tulisan. Entah itu, puisi, essai, cerpen, artikel dan sebagainya.

Sunday, March 23, 2014

Fiksi Mini- Kartu Ulang Tahun



15 Februari 2010
To: My Love
Selamat ulang tahun, Sheila sayang..
Semoga kita langgeng. Amin.
From: Joe, Indonesia

16 Februari 2010
To: My Honey
Happy birth day Joe, my honey..
God bless you and I love you.
Semoga kita langgeng dan jodoh. Amin.
                        From: Sheila, Amerika

Monday, November 18, 2013

Kue Ulang Tahun Ririn

Oleh Ratna Dewi Sartika

“Sebel deh, pagi ini enggak ada yang ngucapin selamat ulang tahun di hari ulang tahunku” kata Ririn dalam hati. Saat hendak berangkat ke sekolah, Ririn memasang wajah cemberut sambil melipat kedua tangannya di dada setelah bersalaman pada Ayah dan Ibu. “Kamu sedang enggak enak badan ya, sayang?” tanya ibu lembut. 

“Aku baik-baik saja ko, Bu..” Ririn menjawab dengan tidak semangat.

“Hari ini kamu pulang jam berapa?” tanya Ayah. Tidak biasanya Ayah menanyakan hal itu pada Ririn.

“Jam 12 siang. Aku pulang agak telat, ada jadwal piket hari ini, Yah..” jawab Ririn pelan.

“Ayo, Rin kita berangkat. Takut telat!” ajak kakak Ririn.

Ririn mempunyai seorang kakak laki-laki, namanya Alam. Kak Alam juga sama dengan ayah dan ibu, lupa kalau hari ini Ririn sedang berulang tahun. “Kok dari tadi cemberut terus sih?” tanya Kak Alam di sela-sela perjalanan. Mereka harus jalan kaki selama 15 menit untuk sampai ke sekolah. Ririn penasaran dengan kak Alam. Masa ia benar-benar lupa dengan hari ulang tahun adiknya sendiri?

“Ini hari apa ya, Ka?” Ririn ingin menguji ingatan kakaknya.

“Ini hari senin, makanya kita pakai seragam putih-merah.” jawab kak Alam santai.

Huuffthh... Ririn menghela napas. “Tuh, kan? Kak Alam lupa dengan hari ulang tahunku” sahut Ririn kesal. Lalu, Ririn memilih diam sambil berjalan menunduk menuju sekolah. Tapi, baru beberapa langkah, tiba-tiba saja mata Ririn yang bulat, besar, kini bertambah besar saat melihat sesuatu di jalan. Ia seperti menemukan sebuah benda harta karun.

Ririn jadi lupa dengan kekesalannya, kemudian ia menanyakan hal itu pada kak Alam, “Itu apa, Ka?” Baru kali ini Ririn melihatnya, bentuknya bulat, atasnya pipih, warnanya hijau tua kecoklatan.

“Itu kotoran kerbau, Rin. Hahaha...” Kak Alam tertawa sambil memegangi perutnya. Habisnya Ririn lucu, sih... masa tidak tahu bentuk kotoran kerbau?

Ririn masih belum percaya, “Memang kotoran kerbau sebesar itu ya, Ka? bentuknya seperti kue ulang tahun. Aku pikir kotoran kerbau itu ukurannya sama seperti kotoran kambing, bulat kecil-kecil.” 

Kue ulang tahun? Ahaaa! Ririn jadi punya ide agar kak Alam ingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya. Sekalian menjahili kak Alam, hihihi... Ririn jadi senyum-senyum sendiri deh dengan ide jahil yang ada di pikirannya.

Kak Alam merasa aneh dengan tingkah Ririn yang tiba-tiba saja bersemangat memunguti kerikil-kerikil kecil dan tiga buah sedotan yang berserakan di jalan. “Pegang ini, Ka” Ririn menyuruh kak Alam untuk memegang tiga buah sedotan. Kemudian, ia menghias kotoran kerbau tersebut dengan kerikil yang tadi dipungutnya. “Anggap ini buah cherry ya, Ka”

“Ih... kamu jorok, Rin. Kotorannya bau tahu, jangan dekat-dekat!” sahut kak Alam sambil menutup hidung dengan kedua tangannya.

“Kotorannya udah kering, jadi enggak bau. Nah, sekarang giliran Kakak. Ayo, tancapkan tiga buah sedotan di atas kotoran itu” Ririn senyum-senyum sendiri. Ririn tahu kak Alam tidak suka dengan sesuatu yang kotor dan bau, karena ia sangat menyukai kebersihan. Tadinya, Kak Alam menolak keinginan Ririn, tapi jika tidak dituruti, maka Ririn akan mogok berangkat ke sekolah.

Slup! Slup! Slup! Akhirnya, tiga buah sedotan pun tertancap di atas kotoran itu. Kak Alam menancapkannya sambil menutupi hidung dengan tangan kanannya. Kemudian terdengar nyanyian selamat ulang tahun yang dinyanyikan oleh Ririn. Kak Alam menjadi terharu, tapi ia berusaha untuk menutupinya dan pura-pura lupa. 

“Aduh, Rin.. ini kan kotoran kerbau, bukan kue ulang tahun” kata Kak Alam mengingatkan. Ririn jadi putus asa, ternyata Kak Alam benar-benar tidak ingat dengan hari ulang tahunnya. 

**
Sesampainya di kelas, tidak ada seorangpun yang ingat bahwa hari ini Ririn sedang berulang tahun. Tak ada teman yang mengucapkan selamat kepadanya, termasuk Lussy dan Vivi, sahabat Ririn. Ririn jadi ingat dengan majalah tante Devy yang pernah dibacanya. Katanya, di dunia ini ada penyakit lupa ingatan, namanya amnesia. “Mengapa semua orang mendadak lupa dengan hari ulang tahunku? Wah, jangan-jangan mereka semua amnesia.” tebak Ririn dalam hati. 

Hari itu, Ririn jadi tidak fokus dengan pelajaran yang diajarkan oleh bu guru, karena ia sedih. Semua orang jadi mendadak amnesia di hari ulang tahunnya. Ririn tidak mengharapkan hadiah, tapi ia sangat mengharapkan ucapan selamat ulang tahun dari orang-orang yang disayanginya.

Bel tanda pulang pun berbunyi. Hari ini Ririn ada jadwal piket membersihkan kelas. Jadi, pulangnya agak telat. Ia terpaksa harus pulang sendirian, karena Kak Alam mau mengerjakan tugas kelompok di rumah temannya, sedangkan Lussy dan Vivi harus pulang cepat karena ada jadwal les menari tradional di rumahnya Bu Ratih. ”Setahuku, Vivi dan Lussy tidak suka menari. Mengapa tiba-tiba mereka jadi ikut les menari?” Ririn menggerutu kesal. 

Matahari sudah sangat terik ketika Ririn sudah selesai membersihkan salah satu deretan bangku kelas. Ririn pamit pada Didit, Ajeng, Indra, dan Dea yang mendapatkan jadwal piket di hari Senin juga. 

Ririn mempercepat langkah kakinya. Setibanya di rumah, Ririn mengucapkan salam, ternyata pintu rumah tidak dikunci. “Mungkin ibu sedang pergi ke rumah tetangga sebelah,” pikir Ririn.

Ririn ingin mengganti pakaian dan beristirahat di kamarnya. Tapi, tiba-tiba saja ia terkejut saat membuka pintu kamarnya. Terdengar suara ayah, ibu, kak Alam, Lussy dan Vivi, “Selamat ulang tahun, Ririn!” seru mereka kompak. Ayah membawa sebuah kue ulang tahun, di tengahnya ada lilin berangka sembilan. 

Ririn tersenyum haru, air matanya menetes. Ibu memeluk Ririn. “Maaf ya, Bu.. aku sudah berprasangka buruk. Aku pikir kalian semua mengidap penyakit amnesia, jadi tidak ingat dengan hari ulang tahunku” kata Ririn. Semuanya tertawa saat mendengar perkataan Ririn.

“Kami hanya pura-pura lupa,” kata Ayah.

“Rin, kue ulang tahunnya ditukar dengan kotoran kerbau aja ya? kan bentuknya sama” goda Kak Alam. 







“Enggak mau, itu buat Kakak aja!” Ledek Ririn sambil menjulurkan lidahnya. Kemudian, mereka menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan mengucapkan selamat sambil memberikan hadiah untuk Ririn. Wah, sebenarnya ucapan selamat ulang tahun saja sudah cukup untuk Ririn, tapi kalau ada kue dan hadiah itu namanya bonus!

Friday, November 1, 2013

Surat untuk Bunglon


Tadi pagi aku tak sengaja bertemu dengan bidadarimu, lantas kami bersalaman dan saling tatap. aku tak tega jika kau berpisah dengannya. “Jangan rebut dia dariku, aku sangat mencintainya.” ucap sorot matanya tepat di manik mataku.
“Jika aku jahat, sudah dari dulu aku rebut dia darimu—mudah sekali bagiku. Namun aku tak ingin melakukannya, sebab kutahu bahwa kau sangat mencintainya” batinku.
Tetaplah bersamanya, jagalah ia, Bunglon… semoga kalian bahagia.
Aku percaya, Tuhan akan mengirimku seorang pangeran suatu saat nanti dengan cinta yang tulus. Aku percaya janji Tuhan.


Monday, October 14, 2013

Cerpen "Tiket Pulang Pemberian Tuhan"



Sore itu keadaan masih sama: duduk di samping sebuah tubuh yang dipenuhi oleh beragam jenis selang yang melilitnya. Sebenarnya aku mengantuk karena hampir dua hari mataku belum juga dapat terpejam.
“Tunggu di sini sebentar, aku mau beli makanan dulu” pinta temanku, kepalanya menyembul dari balik daun pintu.  
Aku mengangguk pelan—tak kuat menahan beban di mata. Tak lama kemudian aku memilih untuk duduk di sofa, sepertinya ia pun sudah gatal ingin segera kududuki. Aku merasa ada tangan ibu yang mengelus rambutku hingga akhirnya mataku terpejam.
“Kau tak perlu repot-repot mengurus tiket pesawatku untuk terbang ke Tokyo tahun ini..” Aku mengernyitkan dahi, tak mengerti. Dosenku yang satu ini suka bermain kode, ia kerap membuat kepalaku dipenuhi oleh tanda tanya.
“Tapi, Pak... saya sudah mengurus tiketnya” aku bersikeras agar ia mau pergi ke Tokyo. Ia sudah berjanji akan mengajakku tahun ini untuk ikut bermain dalam grup teaternya, ia juga berjanji pada kelompok teater akan piknik sambil menikmati bunga sakura yang indah—yang selama ini hanya dapat kulihat pada layar televisi.
“Tak perlu... aku sudah memesan tiket untuk pulang” Ia menepuk pundakku sambil mengembangkan senyumnya, kemudian ia melenggang pergi.
“Pulang? Ia belum berangkat ke Tokyo tapi sudah memesan tiket untuk pulang? Tak masuk akal!”  gumamku.
Mendadak seseorang membangunkanku yang tertidur pulas di sofa rumah sakit. “Ada apa?” tanyaku padanya yang tak berhenti mengguncang-guncangkan badanku. “Babe... dosen kita sudah pulang” ucapnya getir.
Ia setengah terisak. Matanya meleleh. Tubuhku seketika melemas, remuk seolah aku adalah hewan avertebrata.***


Cilegon, 14 Oktober 2013

Aku sudah menelpon Tuhan,
Sudah kutitipkan beribu doa untukmu, Nandang Aradea.

A letter for Mr. Poet


Dear: Mr. Poet
Apa kabarmu?
Semoga angin menghembuskan kabar baik tentangmu..
Aku selalu menyukai puisi-puisimu, meskipun aku tak sepenuhnya mengerti tentang apa yang kau tulis.
Entah, aku selalu menyukaimu meskipun kau bersikeras ingin menghilang dari pandanganku. Walaupun musim gugur dan musim-musim lainnya sudah tak ada, atau bumi sudah tak mau menjadi bumi lagi, aku akan tetap menunggumu  di bawah pohon flamboyan yang pernah meronakan merah perasaanku, perasaan kita...


From:
Someone who loving you...



Friday, April 12, 2013

Semantic of Love

Written By: Ratna Dewi Sartika



            "Apa jadinya kalau lambang love dibelah?" aku bertanya pada mahluk manis di hadapanku ini. Kami sedang menikmati rimbunnya pohon angsana. Ia selalu mengajakku duduk di bawah pohon angsana, karena ia tahu bahwa aku sangat menyukai pohon itu. Hingga saat ini, jika gigi Ayah terasa ngilu, angsana dengan sigap selalu mengobatinya. Getahnya begitu ampuh untuk mengobati sakit gigi. Kau tahu? Angsana telah mengingatkanku tentang insiden hujan 'ulat kilan'. Insiden itu terjadi karena tak ada yang memakan ulat-ulat kilan yang sudah beranak pinak sebab jumlah populasi burung gereja yang sering berkeliaran di sekitar rumahku berkurang, diburu oleh anak-anak yang setiap sore berlomba-lomba menangkap burung tersebut menggunakan ketapel. Bisa terbayangkan bagaimana hujan 'ulat kilan'?. hiiiiiii... aku jadi merinding mengingatnya. 
           Ratusan ulat itu jatuh dari atap rumahku, satu persatu, kemudian lama-lama menjadi lebat seperti tetesan hujan. Bedanya, ini yang menetes adalah ulat. Warnanya Hijau, jalannya kilan—satu jengkal setiap kali jalan. Mereka merayap ke lantai, melintasi embok, kemudian masuk ke dalam celah-celah pintu. Aku yang saat itu sedang menyapu rumah, seketika menjerit histeris karena kaget. Mereka seperti ingin menyerangku beramai-ramai. Dengan cepat aku menyapu mereka ke luar rumah. Lalu, kukeluarkan ayam kesayangan adikku, Rostery. Ia mematuki ulat-ulat itu dengan lahap. Sebelum makan, ia tak lupa memanggil istrinya, Chicky dan tiga orang anaknya, Booky, Beeky, dan Biky untuk makan bersama.

"Hei, jangan melamun." Ia mengibas-ngibaskan kelima jarinya dengan senada. Ah, aku tersadar dari lamunanku. "Apa?" tanyanya. Aku mengerutkan dahi, berusaha mencerna kalimat yang ia lontarkan.

"Mikir dulu" ucapku ketus.

"Love dibelah, artinya patah hati?" matanya melotot, nada suaranya terdengar girang. menurutnya, ia sudah berhasil menjawab. 

"Memang kamu lagi patah hati?" entah mengapa, tatapan matanya terlihat sendu. Ah, meskipun begitu, mahluk di hadapanku ini tetap terlihat manis. Ia menatapku dengan penuh tanda tanya, kurasa ia sedang menunggu jawabanku.

"Enggak," jawabku enteng. 

"Terus, kenapa?"

Aku geregetan lihat ekspresi wajahnya yang begitu ekspresif menggambarkan simpati kesedihan seolah aku memang benar-benar patah hati. Kurasa ia buta, tak dapat membaca hatiku.

"Aku gak punya pacar. Gimana bisa patah hati? hmm?" bibirku mengembang. Kulihat alisnya saling bertautan, tangan kanan menopang dagunya. Kubiarkan daun angsana melukis punggungnya terlebih dahulu sebelum aku angkat bicara. 

"Kalau Love dibelah, jadi huruf DD. Dewi-Daman."

Ia diam sejenak, perlahan senyumnya mulai mengembang indah. Ah, senyum yang aku sukai--senyum multimakna. Senyumnya mampu meruntuhkan keakuanku dan mampu meruntuhkan wanita manapun yang melihatnya, termasuk bidadari sekalipun. Ah, Ingin sekali rasanya aku menelpon Tuhan untuk bertanya, "Apakah aku dapat memiliki senyum itu selamanya?" ***


Serang, 22 Maret 2013





Thursday, March 21, 2013

Wednesday, October 10, 2012

Tangan-Tangan Pencabut Nyawa


Awan putih menyapu langit yang nampak muram, kehidupan hutan kini tak lagi tentram. Banyak tangan-tangan pencabut nyawa yang berlomba-lomba ingin memenggal kepala-kepala pohon yang tak berdosa. Berusaha untuk memisahkan mereka dari sanak keluarga.

Suatu hari, ada seorang anak pohon yang penasaran dengan kehidupan nenek moyangnya di masa silam, lalu ia menanyakan hal tersebut pada sang ayah.

“Ayah.. berapa lama nenek moyang kita hidup di dunia?” anak tersebut terlihat antusias. Matanya membelalak menatap sang ayah, berusaha menyimaknya sebaik mungkin.

“Nenek moyang kita dulu hidup lebih dari seratus tahun” ujar ayah ringan.

“Lama sekali.. tapi mengapa sekarang saudara kita banyak yang tewas?” tanyanya heran.

“Ya, itu semua adalah ulah tangan-tangan pencabut nyawa” nafas sang ayah terdengar berat. Ia berusaha untuk mengatur diafragmanya agar napas yang beraroma dendam itu tak tercium oleh anaknya.

“Apakah mereka malaikat?”

Friday, September 7, 2012

Catatan: Renungan Malam



“Aku jadi risih jika harus memandang kehidupan. Ah, apa ia kehidupan tak usah kupandang? Alih-alih banyak orang yang ingin memandang kehidupan, eh.. malah mereka yang dipandang oleh

Monday, September 3, 2012

KELAKAR BUNGA MAWAR



“Kau begitu menggoda, mengapa kau diam saja? Banyak kumbang di taman, tangkaplah satu” saran bunga matahari.

“Biarkan saja, tanpa kucari pun kumbang akan datang padaku” ujar bunga mawar dengan santai.