Sunday, August 10, 2014

Lawa dan Kusa Menembangkan Ramayana


Lawa dan Kusa Menembangkan Ramayana


Sinta tersaruk-saruk di dalam hutan
Rama telah membuangnya dalam hujatan
Kulitnya penuh luka goresan dan sayatan
Duri hutan sungguh ganas bukan buatan
Belum sebanding dengan sakitnya perasaan


Sinta berjalan tersaruk-saruk tanpa tujuan
Tiada Rama akan pernah tahu derita perempuan
Mengembara dalam kelam hutan
Terpojok sendiri
Duduk diam
Membayangkan kota terang benderang

Di dalam hutan Sinta membaca Rama
Apakah Rama memang mencintainya?
“Ia tak percaya aku setia,
ia mencintaiku
atau menguasaiku?”

Dalam kuasa, mungkinkah cinta bicara?
Dalam cinta, mungkinkah kuasa bicara?
Mungkin tak ada cinta, hanya kuasa
Karena ada kuasa, dan cinta entah di mana
Karena cinta tak perlu kuasa
Karena kuasa tak peduli cinta

Raja harus peduli rakyatnya
Istrinya masalah kedua atau kelima
Tapi, benarkah istrinya tidak setia?
Tiada yang lebih cinta kepada Rama selain Sinta
Tiada yang lebih mengerti Sinta selain Rama
Tapi, siapa tahu dalamnya hati Rama?

Apakah Rama dibutakan Gelembung Rahwana?
Ataukah gila kuasa sehingga mengorbankan istrinya?
Padahal orang Ayodya hanya bicara
Yang berjuang wanara Goa Kiskenda
Dalam perang hanya ada dua manusia
Rama dan Laksmana
Dibantu Wibisana
Selebihnya mahluk-mahluk rimba
Betapa culasnya manusia
Menghakimi Sinta
Padahal tidak tahu apa-apa
Tapi Rama mendengarkannya
Apakah Rama mencintainya?
Ah, Sinta tak pernah bertanya


Dalam sunyi dan sepi, Sinta bertemu Walmiki
Dari hari ke hari, Sinta belajar mengerti
Istana bukan segalanya lagi,
Damai di hati sungguh bukan mimpi

Cinta adalah mulia dalam setia
Setia tidak dimungkinkan oleh kuasa
Cinta dalam kuasa, tipu daya namanya
Kuasa dalam cinta, penjajahan namanya
Maka, siapa lagikah meragukan Sinta?
Maka, siapa masih percaya Rama?

O, Walmiki sudahilah khotbah ini
Karena kehidupan terus berjalan,
Dan manusia suka menolak jadi mulia
Cerita tentang kesucian jadi hiburan
Namun, kenyataan selalu jadi acuan
Seberapa indah mimpi, jika tetap mimpi?
Sinta menampik mimpi-mimpi
Bahagia berpijak di bumi

Walmiki sendiri tak pernah bertanya
Masihkah ia mengharapkan Rama
Setiap hari mengurus Lawa dan Kusa
Sembari merenda riwayat hidupnya

Langit senja merah membara
Tapi lakon belum berakhir
Dalangnya buang air
Tak tahu nasib wayang di layar




Ditulis ulang dari Karya Novel
Kitab Omong Kosong

Karya Seno Gumira Ajidarma






No comments: